Ketua BPKN: Pembelian Pertalite Lewat MyPertamina Perlu Kebijakan Pendukung

Ketua BPKN: Pembelian Pertalite Lewat MyPertamina Perlu Kebijakan Pendukung

Jakarta: Mulai besok Pertamina memberlakukan peraturan baru untuk pembeli bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar. Pembeli harus menggunakan aplikasi MyPertamina. 
 
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim menyatakan kebijakan ini perlu didampingi dengan kebijakan pendukung. Apalagi banyak masyarakat mengeluhkan sulitnya melakukan pembayaran di aplikasi MyPertamina
 
Skema pembayaran seharusnya lebih banyak opsi. Saat ini MyPertamina hanya menggandeng LinkAja untuk proses pembayaran. 





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Hal ini yang membuat masyarakat cukup kesulitan,” kata Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal Halim dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV pada Kamis, 30 Juni 2022.
 
Selain itu, Rizal mengatakan pemerintah tak perlu lama melakukan sosialisasi. Cukup dua minggu sampai satu bulan. 
 
“Masyarakat di Indonesia sudah banyak yang melek literasi digital,” kata dia.
 
Pemerintah tengah merevisi Perpres 191 Tahun 2014 terkait kategori konsumen yang membeli pertalite. Saat ini, kendaraan yang membeli pertalite dibatasi berdasarkan mesin CC besar. 
 
Pembatasan itu disebut masih banyak celah. Pasalnya, sudah banyak kendaraan mewah yang sudah ber-CC kecil.
 
“Menurut saya, pengendara mobil pribadi itu seharusnya tidak menerima subsidi, meskipun mobilnya memiliki CC di bawah 1.500,” ujar Rizal.
 
Pemberlakuan pembelian pertalite dan solar menggunakan aplikasi MyPertamina akan diuji coba di lima provinsi. Meliputi, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat, dan DIY. 
 
Baca: Beli Pertalite Masih Bisa Tunai Usai Registrasi di MyPertamina
 
Pembelian melalui aplikasi ini sebagai upaya pemerintah memberikan subsidi yang tetap sasaran. Juga sebagai upaya mengurangi beban harga minyak dunia yang semakin tinggi.
 
Saat ini harga minyak dunia mencapai USD$120 per barrel. Sementara APBN hanya mengasumsikan USD$63 per barrel. 
 
“Pemerintah tidak menaikkan harga pertalite, tetapi menambah anggaran. Sehingga kita harus membatasi, kendaraan yang bukan menjadi target subsidi,” ujar Rizal.
 
Rizal memaklumi kenapa pemerintah belum menerapkan kebijakan ini di wilayah Jabodetabek. “Karena pemerintah memiliki pertimbangan bahwa daerah ini adalah pusat pemerintahan, bisnis, dan risiko sosial maupun politiknya besar,” kata dia. (Leres Anbara)
 

(UWA)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *