Anggota DPR: Lima ekosistem untuk kembangkan kendaraan listrik

Anggota DPR: Lima ekosistem untuk kembangkan kendaraan listrik

harian-nasional.com/ – Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengungkapkan terdapat lima ekosistem yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

“Kami lihat ekosistem EV ini persyaratan untuk menciptakan sebuah ekosistem EV agar EV ini bisa berkembang, terakselerasi,” kata Eddy dalam peluncuran laporan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA): “Menelisik Dinamika Industri Otomotif dan Kebijakan Kendaraan Listrik” di Jakarta, Senin.

Ekosistem pertama, kata dia, infrastruktur pengisian seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).

Ia mengatakan pada 2020, jumlah SPKLU sebanyak 182 unit dan pada 2022 meningkat menjadi 570 unit dengan rincian 502 unit berada di Jawa-Bali yang tersebar di 155 lokasi di Jawa dan 34 lokasi di Bali.

Sementara, target SPKLU pada 2025 adalah 6.318 unit. Selain itu, pemerintah juga mempunyai target EV sebanyak 2 juta unit pada 2025.

“Target kita tahun 2025, 6.318 unit dan tahun 2022, kita mencapai 570 unit. Kita punya target untuk 2 juta kendaraan listrik di tahun 2025, bisa dibayangkan berapa (SKPLU) yang dibutuhkan,” ungkap Eddy.

Kedua, terkait dengan supply anddemand EV. Ia mengatakan penunjang dari supply and demandtersebut ialah secondhand marketuntuk EV.

“Apa yang menunjang supply demand-nya, (yaitu) secondhand market. Hari ini, belum ada pasar sekunder itu belum ada, sementara di Indonesia yang ikut tumbuh cepat penjualannya adalah kendaraan-kendaraan di secondhand market,” ujar Eddy.

“Pada saat COVID-19 kemarin, ketika seluruh produsen otomotif menghentikan produksinya, melihat adanya penurunan, tetapi kita tidak melihat adanya penurunan penjualan di secondhand market. Jadi, ini sangat penting,” ucap dia menambahkan.

Berikutnya, ketiga adalah kesadaran dan penerimaan masyarakat.

“Kemudian, tentu kesadaran dan penerimaan masyarakat. Hari ini kalau kita lihat masyarakat bicara tentang EV, satu mahal, dua, listriknya mengisinya di mana. Itu yang ada dipikirkan,” kata Eddy.

Kemudian, keempat, rantai pasokan untuk baterai dan komponen EV.

“Rantai pasokan untuk baterai dan komponen EV, baterai ini penting sekali. Jadi, ini salah satu penjelasan mengapa raksasa produsen otomotif Jepang itu sangat sulit atau sekadar masuk ke sektor itu karena mereka tidak punya akses baterai,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan bahwa yang mempunyai akses tersebut ialah China dengan membangun smelter nikel di Indonesia.

“Artinya apa? Tidak punya akses ke nikel, yang punya siapa? China yang punya. Produsen-produsen baterai China punya titik hulunya, sekarang kita lihat di Sulteng, di Morowali, di Sulawesi Tenggara itu kan semua produsen-produsennya adalah produsen nikel yang membangun smelter dari China,” ujar Eddy.

Kelima, insentif dan kebijakan pendukung dari pemerintah.

“Mungkin sekarang di benak kita ya harus murah dong, mulai dari pajaknya, mulai mungkin dari pembayaran, bea masuknya dan lain-lain,” ucap dia.