Bisnis  

Orang Tua Nagita Slavina Ribut Harta Gono-Gini? Ini Solusinya

Orang Tua Nagita Slavina Ribut Harta Gono-Gini? Ini Solusinya

harian-nasional.com/ – Seperti diberitakan Detik.com, ayah Nagita Slavina, Gideon Tengker hendak melayangkan gugatan harta gono gini ke mantan istrinya yaitu Rieta Amalia. Seperti diketahui, kedua orangtua Nagita sudah bercerai dalam 20 tahun yang lalu.

Alasan Gideon baru ingin menggugat mantan istrinya adalah karena dirinya merasa bahwa saat ini adalah waktu yang tepat, dan Gideon sudah menemukan pengacara yang tepat untuk urusan ini.

Saat ini, Gideon masih mengumpulkan bukti-bukti sebelum mengajukan gugatan ke pengadilan pada 15 Februari mendatang.

Menurut pernyataan pengacara Gideon, Erles Rarelal, beberapa harta gono-gini yang dimaksud kliennya antara lain adalah, rumah dan aset tempat usaha.

Aset-aset tersebut juga tercantum atas nama Rieta Amalia namun mengapa harta tersebut malah jadi harta gono-gini? Berikut penjelasannya.

Dalam Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan, disebutkan dengan jelas bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi bersama.

Pengacara Gideon pun menjelaskan bahwa saat itu Rieta memang menjalani usaha dan memiliki tempat usaha yang atas namanya. Namun semuanya terjadi di saat dirinya masih menjadi istri sah Gideon Tengker.

Oleh karena itulah, status harta tersebut dikategorikan sebagai harta bersama.

Salah satu usaha yang disebut oleh Gideon saat diwawancarai media adalah rumah produksi Frameritz.

Dengan adanya percampuran harta, apapun penghasilan yang diterima suami atau istri saat mereka terikat pernikahan tentu akan menjadi penghasilan bersama.

Idealnya, muncul kewajiban bagi setiap pasangan untuk terbuka atas aset yang mereka beli maupun jual. Namun pada praktiknya tentu tidak akan semudah itu.

Kisruh harta gono-gini sebetulnya bisa dimitigasi lewat perjanjian pranikah atau pisah harta. Dengan adanya perjanjian ini, maka status harta menjadi tidak bercampur, sementara utang juga akan menjadi tanggung jawab masing-masing.

Suami atau istri tidak perlu lagi meminta persetujuan apabila salah satu dari mereka ingin membeli aset mahal atau menjualnya.

Dasar hukum perjanjian pranikah itu sendiri Pasal 29 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.